Sabtu, 29 Agustus 2009

Kejahatan di Sebuah Asrama

Oleh : Deny M Yunus

Bangunan berlantai dua di Jalan Mistar Cokro Aminoto, Sungai Besar, Banjarbaru itu, sepi sejak ditinggal pergi para penghuninya. Pintu ruangan-ruangan di lantai satu bangunan itu pun terkunci rapat, begitu pula jendela kaca di bagian atas bangunan asrama tersebut.

Ketika URBANA bertandang ke Asrama Akademi Analis Kesehatan Departeman Kesehatan (Depkes) Banjarmasin, di kawasan Kampus Politeknik Kesehatan (Politekes) Banjarmasin itu, Rabu (26/8), yang ada hanyalah seorang petugas satuan keamanan (satpam), Madan.

Menurut Madan, penghuni asrama itu saat ini sedang pulang ke rumah mereka masing-masing. Karena saat ini sudah memasuki masa liburan, tidak ada perkuliahan. Keheningan itu juga nampak pada bangunan serupa disebelah, Asrama Akademi Keperawatan.

Para penghuni yang biasa menempati delapan kamar di asrama itu, pulang ke rumah masing-masing usai pelaksanaan yudisium para alumni kampus tersebut. Bersamaan dengan kepergian mereka, keheningan menyelimuti asrama yang sempat digegerkan aksi kejahatan, pencurian dengan kekerasan, yang membuat satu mahasiswa kampus itu, kini terbaring koma di Rumah Sakit (RS) Suaka Insan, Banjarmasin.

Diduga, Lira Rosita (21), yang menjadi korban dalam peristiwa ini, dianiaya pelaku yang dipergokinya sedang beraksi di asrama itu. Akibat penganiayaan pada Kamis (20/8), bersamaan yudisium yang juga diikutinya, Lira mengalami luka dibagian kepada dan tak sadarkan diri.

Ditengarai, luka dikepala Lira yang mengakibatkan ia tidak sadarkan diri, karena kepalanya dibenturkan oleh pelaku ke bagian dinding asrama itu. Lira yang tersungkur bersimbah darah, ditemukan teman-temannya sudah tidak sadarkan diri. Sedangkan pelaku kabur tanpa meninggalkan jejak.

Mendapati temannya tersungkur bersimbah darah, rekan-rekannya kemudian melarikan korban ke rumah sakit di Banjarbaru. Namun kondisinya yang tak kunjung membaik, Lira selanjutnya dirujuk ke RS Suaka Insan, Banjarmasin. Lira yang juga tak kunjung sadarkan diri, kini menjalan perawatan di ICCU rumah sakit itu.

Menurut ibu Lira, Ny Marsiti, anaknya sudah menjalani operasi membuang gumpalan darah dikepalanya. Meski belum juga sadarkan diri, namun setelah beberapa hari menjalani perawatan, Lira sudah bisa merespon ucapan orang disekelilingnya. Seperti ketika diminta menggerakan kakinya.

“Kondisinya ada sedikit perkembangan, meski belum sadarkan diri,” kata Ny Marsiti kepada URBANA, Rabu (26/8).
Soal kasus yang menimpa adiknya, Ny Marsiti, mengaku belum mengetahui pasti. Bahkan, ia belum ada merencanakan mengenai perkembangan penyeledikan kasus ini kepada polisi. “Kami untuk saat ini cuma sama kesehatan dia (Lira). Soal kasusnya kami tidak tahu perkembangannya,” ujar Ny Marsiti.

***

Menurut Madan, satpam di kampus dan asrama itu, tindak kejahatan ini yang pertama kalinya terjadi di tempat itu. Selama ia bekerja di tempat itu sebagai satpam, sebelumnya tak pernah terjadi tindak pidana kejahatan di tempat itu.

Di hari sebelum kejadian, Madan melaksanakan tugasnya seperti biasa, mengontrol sekeliling kampus, sejak pukul 07.00-10.00 WITA. Saat itu, ia juga sempat melintas di depan asrama. Olehnya, beberapa mahasiswa terlihat berkumpul di depan asrama, termasuk korban yang hari itu juga ikut diyudisium. Acara yudisium berlangsung sekitar sekitar dua jam, mulai pukul 10.00-12.00 WITA.

Diketahui Madan, setelah yudisium selesai dan memasuki sesi foto bersama, Lra menuju asrama. Diperkirakan, Lira bermaksud mengambil kado sebagai kenang-kenangan yang diberikan kepada dosen. Diduga saat itulah, korban bertemu dengan pelaku yang kemudian menganiayanya.

Tak lama berselang Lira menuju asrama, kata Madan, seorang temannya, Fifi, menyusul. Saat itulah Fifi mendapati Lira tersungkur bersimbah darah. Sejak itu, ia lantas berteriak meminta pertolongan. Lira didapati terlentang dengan kepala penuh darah di lorong kamar asrama. Saat ditemukan, darah yang mengalir sudah sedikit mengering.

”Mendengar teriakan itu, saya lari ke asrama. Lira terus dibawa ke rumah sakit. Saya dan Pak Giman, pegawai Poltekes, melapor ke Polsekta Banjarbaru,” kata Madan.

Menurut Madan, Lira bukan penghuni asrama. Selama kuliah di kampus itu, Lira bermukim di rumahnya sendiri, di Jalan Berlian III, Banjarbaru. Sedangkan orangtuanya di Kalimantan Tengah (Kalteng). Di rumah itu, Lira bersama seorang adiknya.
Hanya saja, Lira sering ke asrama itu berkumpul bersama teman-temannya. Begitu pula di hari kejadian.

Saat kejadian, kata Madan, semua pintu kamar memang tidak ada yang terkunci. Dari delapan, ada tiga kamar yang diobrak abrik pelaku. Selain telepon seluler, sejumlah uang milik anak asrama hilang. Beberapapenghuni, juga mengaku kehilangan pakaian mereka.

Kapolsekta Banjarbaru, AKP Heri Kananda, mengatakan, hingga kini sudah empat saksi yang dimintai keterangan oleh pihaknya. Mereka, Fifi, orang yang pertama kali menemukan korban sudah tersungkur. Kemudian, Fitrina teman kuliah korban. Lainnya, Irda Ariana teman dan pemilik kamar tempat korban menitipkan barang,
Selanjutnya Giman, pegawai kampus itu.

Namun dari keempat saksi itu, kata Heri, pihaknya belum menemukan keterangan ke arah pelaku. Dari hasil pemeriksaan sementara, diperkirakan hanya Lira yang mengetahui identitas pelaku pencurian dan penganiayaan yang dialaminya. “Dari saksi yang sudah dimintai keterangan, kami tidak menemukan gambaran ciri-ciri pelaku,” ujar Heri.

Selain minimnya ciri-ciri pelaku dari keterangan saksi mata yang sudah diperiksa, untuk mengungkap kasus ini, kesulitan polisi mengungkap kasus ini juga dikarenakannya tidak ada barang bukti yang ditinggalkan pelaku. “Satu-satunya barang bukti, hanya kerudung korban yang sudah berlumuran darah” ujar heri.

Menurut Heri, dari pemeriksaan sementara, ada dugaan korban dianiaya dengan cara kepalanya dipukul dengan benda keras. Namun benda yang diduga digunakan pelaku itupun tak juga ditemukan di lokasi kejadian. Kemungkinan benda yang digunakan untuk memukul itu, dibawa kabur pelaku. (RUDYANTO DAN RUDY WAHYUDIN)

Perempuan Dibenam Setengah Telanjang

Diduga dibunuh. Hanya mengenak kaos. Terbenam di sawah diperkirakan selama dua tahun. Tidak ada yang mengakui.
Oleh Deny M Yunus
Pita garis polisi yang dipasang mengeliling berbentuk segi enam tak beraturan masih memagari bongkahan tanah di tengah persawahan di Desa Panjang, Gambut, Kabupaten Banjar. Polisi tak kunjung melepas pita itu, sejak ditemukannya kerangka perempuan berbalut baju kaos di persawahan yang jauh dari pemukiman penduduk. Lubang galian digalangan (gundukan tanah pembatas sawah) tempat ditemukannya kerangka yang tidak diketahui identitasnya itu, hingga kini juga masih dibiarkan seperti saat petugas dibantu warga melakukan evakuasi.
Saat ditemukan, selain berbalut kaos berwarna hitam merek Kenko, di bagian leher kerangka itu didapati seutas tali yang melingkar. Dari sini, kuat dugaan perempuan yang diperkirakan berusian 25-30 tahun ini, merupakan korban pembunuhan. Tapi hingga kini, jajaran Polsek Gambut, belum berani memastikan penyebab kematian perempuan tersebut.
Pasca ditemukannya kerangka perempuan yang kini disimpan di ruang jenazah RSUD Ulin, Banjarmasin, berbagai dugaan muncul. Salah satunya, kuat dugaan perempuan itu dibunuh di kawasan lain dan kemudian mayatnya dikubur di persawahan itu. Dugaan ini menguat, karena tidak ada satu pun warga di sekitar lokasi penemuan yang kehilangan anggota keluarga mereka. Diperkirakan, perempuan itu tewas dan dibenamkan sekitar dua tahun lalu, sebelum kerangkanya ditemukan pada Senin (3/8).
Dugaan ini diperkuat posisi ditemukannya kerangka itu yang berada di tengah hamparan sawah di desa itu. Lokasinya jauh dari keramaian. Untuk mencapai lokasi, hanya bisa dengan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan roda dua melalui jalan setapak. Jaraknya, sekitar dua kilometer dari Jalan Panjang KM3, Gambut, yang menghubungkan antara Pasar Gambut dan Sungai Tabuk.
Seorang perempuan, sebut saja Acil Idah, ketika ditemui URBANA, mengatakan, kerangka itu ditemukan digalangan pembatas sawah milik adiknya dan seorang sepupu mereka. Penemuan itu saat orang yang mengerjakan sawah adik dan sepupunya mengatam (panen padi). “Waktu itu sudah sore. Sudah parak tuntung. Polisi datang sudah parak maghrib,” katanya.
Ia sendiri mengetahui adanya penemuan kerangka itu dari orang lain. Meski melihat banyak kerumunan orang di sekitar sawah adik dan sepupunya, kala itu ia memilih tidak beranjak dari sawahnya yang berjarak sekitar 200 meter ke belakang dan terus saja mengatam. Alasannya, ia enggan melihat hal yang mengerikan. Belakangan, dari omongan warga, ia tahu bahwa kerangka itu merupakan tulang belulang manusia berjenis kelamin perempuan.
Kapolsek Gambut, AKP I Ketut Sadra didampingi Kanit Reskrim, Brigadir Purnoto, mengatakan, informasi penemuan kerangka perempuan ini didapat pihaknya dari laporan seorang warga, Bahran. “Setelah dapat laporan, kemudian anggota ke lokasi dan selanjutnya mengevakuasi kerangka itu ke RSUD Ulin, Banjarmasin,” kata Ketut.
Menurut Ketut yang baru dua hari menduduki jabatan Kapolsek Gambut, menggantikan AKP Jumberi, anggotanya dipimpin Kanit Reskrim, Brigadir Purnoto, terus menyelidiki kasus ini. Namun hingga kini, belum ditemukan titik terang identitas si perempuan dan juga motif dugaan pembunuhan ini. Karena minimnya bukti untuk mengungkap kasus ini, apalagi yang tersisa hanya kerangka.
Saat ditemukan, kerangka itu masih dalam bentuk utuh tidak tercerai berai. Posisinya membujur terkubur di galangan sawah. Diperkirakan, mayat korban dari kerangka ini sengaja dikubur di lahan tersebut. Kemudian karena tanah bagian atasnya terkikis, seperti oleh air dan hujan di persawahan itu, bagian teratas kerangka itu terlihat di antara permukaan tanah.
Sejak ditemukannya kerangka ini, ada dua orang yang ingin mencocokan ciri-ciri dari kerangka itu dengan anggota keluarga mereka yang hilang. Orang pertama, Sidik Susanto, warga Manaraf Tengah RT 008, Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar. Kemudian, Hairi, warga Jalan Gerilya RT 15, Banjarmasin Selatan, yang mengaku adik perempuannya hilang.
Namun keduanya tidak meyakini kerangka perempuan itu sebagai anggota keluarga mereka yang hilang. Salah satu ketidakyakinan itu berdasarkan baju kaos yang ditemukan bersama kerangka tersebut. Menurut kedua orang itu, anggota keluarga mereka yang hilang tidak memiliki baju kaos seperti yang ditemukan bersama kerangka perempuan tersebut.
Menurut Ketut, hingga kini pihaknya belum berani memastikan berbagai dugaan yang muncul. Seperti adanya dugaan bahwa kerangka itu merupakan korban pembunuhan dilokasi lain yang kemudian dikubur di kawasan itu. Begitu pula dengan dugaan, perempuan itu merupakan korban perampokan.
Diakui Ketut, meski baru beberapa hari bertugas di kecamatan itu, ia sudah mengitar kawasan tersebut. Melihat luasnya kawasan itu dan masih banyaknya areal kosong yang jauh dari pemukiman warga, sehingga tidak menutup kemungkinan dijadikan lokasi tindak kejahatan.
Selain menyelidiki kasus ini dengan cara mencari sebanyak mungkin bukti dan keterangan warga sekitar lokasi kejadian, polisi berharap ada keluarga korban yang melapor. Diharapkan, dengan terungkapnya identitas korban, penyelidikan mengungkap kasus ini bisa lebih mudah.
Menurut Purnoto, saat ini pihaknya terus membuka diri bagi masyarakat yang anggota keluarganya hilang untuk mencocokan dengan ciri-ciri kerangka perempuan ini. Meski diakuinya hal itu sangat sulit, karena saat ini bukti yang dimiliki hanyalah selembar kaos membalut kerangka itu. Namun kalau ada masyarakat yang yakin kerangka itu milik anggota keluarga mereka yang hilang, pembuktiannya bisa dilanjutkan tes DNA.

Jurus Nisa Bukopin Menebar Tipu

Mulut manis menggasak milyaran rupiah. Piawai sejak tiga tahun beraksi.
Oleh : Deny M Yunus
Berkulit putih dan bentuk wajah oriental dengan mata agak sipit. Rambut hitam sebahu diikat dengan poni menyamping. Begitulah paras dan penampilan Fahrunisa alias Nisa (36), oknum pegawai Bank Bukopin cabang Banjarmasin yang kini mendekam di sel tahanan Mapolda Kalsel, setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaaan penipuan dan penggelapan.
Bagai tupai yang jatuh dari kepandaiannya melompat, Nisa harus menyudahi aksinya. Investasi yang ditawarkannya ke banyak orang sejak sekitar tiga tahun lalu, belakangan diketahui fiktif. Celakanya, ulah Nisa ini baru terbongkar setelah puluhan orang yang mengaku menjadi korban, sudah mengucurkan banyak uang.
Nisa nampaknya memang piawai dalam menjerat korban. Pasalnya, program investasi yang ditawarkannya hanya bermodal janji manis dengan omongan. Tak ada selembar brosur atau proposal, yang ditunjukkan Nisa ketika ia menawarkan investasi ini ke para korbannya. “Dalam pemeriksaan, Nisa mengaku investasi yang ditawarkannya hanya dengan omongan. Tidak ada proposal atau semacamnya. Setelah korbannya tertarik, baru ada kontrak kerja,” kata Kasat II Ekonomi Khusus (Eksus) Dit Reskrim Polda Kalsel, AKBP Helfi Asegaf, kepada URBANA, Rabu (12/8).
Seorang yang mengaku korban Nisa, sebut saja Haji yang minta kepada URBANA agar identitasnya tidak disebutkan, mengatakan, ia tertarik mengivestasikan uangnya setelah kepincut kebaikan Nisa. Kala itu, ia mengenal Nisa saat mengajukan permohonan kredit pinjaman ke bank tempat Nisa bekerja sebagai koordinator Relationship Officer (RO) Funding.Sesuai jabatannya, Nisa mengkoordinir rekan-rekan kerjanya yang mencari dan melayani nasabah yang mengajukan kredit pinjaman.
Menurut Haji, kala itu ia mengajukan kedit pinjaman untuk satu keperluan. Setelah memenuhi semua persyaratan pengajuan kredit, Haji menerima informasi permohonan disetujui dan tinggal menunggu pencairan dana. Saat itulah Nisa beraksi. Nisa menawarkan jasa baik dengan meminjamkan uang pribadinya kepada Haji. Besarannya sesuai dengan dana pinjaman yang bakal diterima Haji dari bank.
Meski Nisa mematok fee 15 persen dari total utang, Haji yang saat itu merasa sangat memerlukan dana, mengiyakan tawaran tersebut. Apalagi, proses pencairan dana pinjaman dari bank perlu beberapa hari. Sedangkan tawaran Nisa bisa direalisasikan saat itu juga. Sejak itulah, Haji kepincut Nisa sebagai orang yang jujur dan mau menolong.
Sebaliknya Nisa, menjadikan Haji sebagai targetnya. Berbekal pernah melakukan jasa baik kepada Haji, ditambah janji manis, Nisa pun beraksi menawarkan investasi dengan fee menggiurkan. Sama seperti kepada para korban lainnya, Nisa menawarkan kerjasama investasi usaha pengadaan beras. Tawarannya, setiap penanam modal bakal mendapatkan keuntungan fee 8-10 persen dengan variasi waktu pengambilan tujuh atau 15 hari, dari nilai uang yang ditanamkan.
Tanpa ada kecurigaan, Haji lantas menginvestasikan uang yang menurutnya berkisar ratusan juta rupiah. Di awal berinvestasi, saat jatuh tempo, Nisa rajin menyerahkan fee dan dana pokok yang ditanamkan Haji. Tindakan Nisa ini menambah kepercayaan Haji. Belakangan, karena semakin percaya, Haji menambah investasi dengan menanamkan setiap fee yang seharusnya ia terima.
Namun belakangan, laporan tentang fee yang seharusnya diterima Haji, mulai tak menentukan. Hingga akhirnya Nisa tak lagi bisa menyanggupi membayar semua fee kepada seluruh nasabahnya. Kekhawatiran Haji dirinya menjadi korban penipuan semakin menguat kala mengetahui Nisa kabur dari rumahnya dan kemudian ditangkap polisi.
Meski mengaku dirinya sebagai korban penipuan Nisa, Haji hingga kini memilih tidak menjadi pelapor dalam kasus ini. Alasannya, ia berharap, uangnya bisa kembali. Dari 47 orang yang diakui Nisa dijadikannya korban dalam kasus ini, hanya tujuh yang melaporkan ke polisi. Sedangkan lainnya, belum mengajukan laporan dan masih ditunggu pihak kepolisian. Meski demikian, polisi tetap mengusut kasus ini dan telah menetapkan Nisa sebagai tersangka. Karena mereka yang melapor, punya bukti adanya kesepakatan tertulis dalam investasi ini.
Ditengarai, banyak orang yang mengaku korban enggan membuat laporan karena tidak punya bukti telah menyerahkan uang kepada Nisa. Apalagi, kepada polisi saat pemeriksaan, Nisa mengaku tidak punya secarik catatan tentang kesepakatan dan jumlah masing-masing dana korban yang diterimanya. Semua aktivitas yang dilakukannya hanya berdasarkan ingatan.
Misalnya, seingat Nisa dari 47 orang yang menanamkan modal kepada dirinya, total uang sekitar Rp15 milyar. Berbeda dengan perkiraan polisi tentang kerugian seluruh korban yang mencapai ratusan milyar, berdasarkan keterangan yang diperoleh dari sejumlah saksi. Selain itu, ditengarai sebagian korban enggan menyeret kasus ini ke ranah pidana. Pasalnya, kalaupun Nisa nantinya dinyatakan bersalah dalam persidangan kasus ini, uang mereka tak bakal kembali.

Sejak ditangkap polisi Sabtu (25/7), ia dijebloskan ke sel tahanan Mapolda Kalsel, usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penipuan dan penggelapan, Nisa, terus menjalani pemeriksaan intensif penyidik yang menangani perkara ini. Polisi terus mengorek keterangan darinya, termasuk keberadaan harta benda miliknya yang diduga hasil kejahatannya.
Bahkan, polisi buru-buru mengajukan perpanjangan masa penahanan Nisa kepada kejaksaan. Sesuai aturan, masa penahanan tahap pertama Nisa yang berlaku 20 hari sejak dijebloskan ke sel tahanan, berakhir pada Minggu (16/8). Tapi karena pemeriksaan terhadap dirinya belum tuntas, penyidik kasus ini mengajukan perpanjangan penahanan kepada kejaksaan.

Nisa dan Tokonya yang Dijarah

Oleh : Deny M Yunus
Rumah berlantai dua dengan dinding sekelilingnya dilapisi cat warna putih itu tak lagi berpenghuni. Tiga pintu toko, dua di depan dan satu di samping rumah di Jalan Sungai Miai Luar No 7 RT 5, Kelurahan Sungai Miai, Banjarmasin Utara itu juga tertutup rapat. Begitu pula dengan pintu rumah itu.
Menurut Ketua Rukun Tetangga (RT) setempat, Rosmilawati, sudah sekitar dua pekan rumah itu dibiarkan kosong. Sejak seorang penghuni sekaligus salah satu pemilik rumah, Fahrunisa alias Nisa (36) ditangkap polisi dan mendekam di sel tahanan Mapolda Kalsel. Sedangkan suami Nisa, Haris tidak diketahui keberadaannya. Begitu pula dua anak mereka.
Nisa mendekam di sel tahanan dan kini berstatus tersangka dengan tuduhan penipuan dan penggelapan. Modusnya, menawarkan investasi usaha pengadaan beras yang belakangan diketahui fiktif. Sedikitnya, ada tujuh korban yang mengaku menjadi korban dan melapor ke polisi. Belakangan, jumlah korban bertambah banyak, mencapai puluhan orang dengan pengakuan kerugian mencapai ratusan milyar rupiah.
Nisa sempat kabur dan diburu polisi, setelah tak lagi mampu membayar fee yang dijanjikannya. Tapi kemudian ditangkap di rumah orangtua angkatnya di Desa Hantakan Pasar, Hulu Sungai Tengah (HST), pada Sabtu (25/7) dinihari. Penangkapan itu dilakukan polisi, sehari setelah para korban melapor.
Menurut Rosmilawati, sehari sebelum Nisa ditangkap, banyak orang yang mengaku korban berdatangan ke rumah Nisa. Bahkan dari laporan warga kepada Rosmilawati, orang-orang itu tak hanya mencari Nisa, tapi sebagian mengambil barang dagangan di toko milik Nisa. “Waktu itu saya ke luar kota, jadi tidak melihat langsung. Menurut tetangga, bahkan ada yang dengan mobil mengambil barang-barang di rumah Nisa,” kata Rosmilawati, kepada URBANA, Kamis (6/8).
Sejak lama, selain bekerja di bank, Nisa juga membuka usaha di rumahnya. Ia punya tiga toko. Satu di sebelah kanan depan rumahnya, merupakan toko yang menjual pakaian anak-anak muda. Kemudian ditengah, berisi mainan anak-anak, termasuk sepeda. Sedangkan di samping rumah, sebuah toko yang menjual keperluan sehari-hari dan sembilan bahan pokok.
Sedangkan lantai satu rumah itu, dijadikan butik memajang busana anak-anak dan perempuan dewasa. Lengkap dengan tas dan segala pernak-pernik lainnya. Semuanya merek terkenal dengan harga yang tidak murah, mencapai ratusan ribu rupiah per item. “Kalau saya sering belanja di pencarakenan saja, karena harganya memang murah dibanding toko lain. Tapi kalau di butiknya, seingat saya tidak pernah karena barang mahal sesuai mereknya,” kata Rosmilawati.

Saat aksi jarah itu terjadi, warga di sekitar rumah Nisa memilih tidak ikut campur. Mereka hanya menyaksikan. Apalagi, keluarga Nisa juga memilih diam. Begitu pula dengan para pekerja di toko Nisa, yang memilih pergi karena takut. Ditengarai, setelah barang-barang di rumah dan sekaligus took milik Nisa itu ludes, tak ada lagi yang datang ke rumah itu. Bahkan kini tak jelas siapa yang memegang kunci rumah dan toko-toko itu.
Beberapa dari orang-orang yang mengaku menjadi korban perbuatan Nisa, juga sempat datang ke rumah Rosmilawati. Mereka minta Rosmilawati menunjukkan keberadaan suami, keluarga dan aset Nisa. Kepada Rosmilawati, mereka ada yang mengaku berinvestasi hingga milyaran rupiah. Ada pula yang mengaku hartanya ludes karena akibat kasus ini. Tapi karena Rosmilawati tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, para korban Nisa akhirnya pulang dengan tangan hampa.
Selain itu, Rosmilawati juga pernah didatangi orang Bank Bukopin Banjarmasin, tempat kerja Nisa selama ini, yang mengantarkan surat. Mereka mengaku tidak tahu harus mengantar surat itu. Awalnya, Rosmilawati menolak menerimakan. Tapi akhirnay ia mau mnerimakn surat itu, asalkan diberitahu perihal isi surat itu. Seingat Rosmilawati, isinya surat peringatan dengan tiga point. Satu, Nisa dianggap telah mencemarkan nama baik bank tersebut. Kedua, Nisa dianggap melanggar aturan karena tidak masuk kerja. “Yang ketiga saya tidak ingat, apa poin surat itu,” ujar Rosmilawati.
Menurut Rosmilawati, pekerjaan yang diakui Nisa kepada polisi dilakukannya sudah tiga tahun ini, tidak diketahui sama sekali oleh warga di sekitar tempat tinggal mereka. Bahkan keluarga Nisa, saudara-saudaranya tidak ada yang mengetahui. Setahu Rosmilawati, tidak ada warganya yang mengaku menjadi korban. Itu juga disimpulkannya dari tidak adanya warganya yang ikut mencari-cari Nisa, saat kabur dari rumahnya.
Rosmilawati mengenal Nisa sejak kanak-kanak, karena orangtua mereka sama-sama bermukim di kawasan itu sudah sejak lama. Tapi usia mereka bertaut jauh, Nisa lebih muda sekitar 10 tahun dari Rosmilawati. Selama ini, Rosmilawati mengenal Nisa sebagai sosok perempuan yang dermawan. Ia tak segan menyumbangkan uang di setiap kegiatan di lingkungan mereka.
Terlebih sejak tiga tahun terakhir, bersamaan dengan usaha Nisa yang ramai dikunjungi pelanggannya. Misalnya, Nisa tak segan mengeluarkan banyak uang menyumbang ke langgar dekat tinggal mereka, untuk acara berbuka puasa di kala bulan Ramadhan. Selain itu, sejak tiga tahun terakhir, kala menjelang bulan puasa, Nisa selalu membagikan paket berisi sembako untuk para janda dan keluarga tidak mampu di kawasan tempat tinggalnya. Tak hanya itu, saat perayaan 17 Agustus, Nisa selalu menyumbang banyak hadiah untuk dibagikan diperlombaan yang digelar.
Bahkan, seorang penarik becak pernah mengaku kepada Rosmilawati, bahwa Nisa itu orangnya baik. Penarik beca itu mengaku senang kalau Nisa menumpang becaknya, karena sering membayar lebih dari penumpang lainnya. Misalnya, kalau Nisa naik becaknya dari Pasar Lama ke rumah, ia membayar minimal Rp10.000, tak jarang hingga Rp25.000. Padahal, jarak rumah Nisa dengan Pasar Lama tak begitu jauh, sekitar satu kilometer.
Makanya, Rosmiliawati mengaku kaget dengan kasus yang menjerat Nisa saat ini. Begitu pula dengan tetangga lainnya. Bahkan, saudara-saudara Nisa, kepada Rosmilawati juga mengaku kaget dengan kasus ini. Mereka semua tidak menyangka, bahkan tidak pernh sedikit pun terbesit di benak mereka, mengingat kebaikan Nisa selama ini.
Sikap dermawan Nisa tak pernah mereka curigai, apalagi usaha perempuan ini maju pesat. Hampir setiap hari pelanggan memenuhi toko-tokonya. Selain itu, Nisa juga punya toko di beberapa tempat lainnya. “Setahu saya karyawannya ada 20 orang. Beberapa memang warga di sini. Tiga karyawannya menginap di rumahnya. Tapi beberapa lainnya disewakan rumah,” kata Rosmilawati.
Selain usaha dagangnya berkembang, kata Rosmilawati, sejak tiga tahun terakhir memang ada perubahan gaya hidup Nisa. Misalnya, empat mobil yang dimiliknya. Lalu, hampir setiap akhir pekan, Nisa berlibur ke luar kota, seperti ke Jakarta. “Mereka biasa berangkat Sabtu dan Senin sudah pulang. Katanya, mobilnya diparkir menginap di bandara, jadi tidak perlu diantar jemput,” ujar Rosmilawati.
Menurut Rosmilawati, meski kini Nisa dalam keadaan berbeda, tak ada cibiran dari para tetangga. Mereka tetap mengenal Nisa sebagai sosok yang dermawan. Meski, perayaan 17 Agustus-an tahun ini, yang hanya menyisakan hitungan hari, bakal tak lagi disemarakkan hadiah-hadiah dari Nisa. Begitu pula acara bagi-bagi sembako bagi para janda dan keluarga tidak mampu dilingkungan itu, menjelang bulan Ramadhan yang hampir tiba, bakal berlalu bersama jerat hukum yang mengancam Nisa mendekam di penjara. (RUDY WAHYUDIN)