Oleh Deny M Yunus
“Dulu saya biasa mandi di sungai itu. Tapi sekarang sudah tidak bisa. Airnya keruh, banyak sampah dan tak lagi dalam (dangkal,red),’’ kata Dino (33), warga Jalan Sutoyo S Gang Kenanga, Teluk Dalam, Banjarmasin Tengah.
Sungai Teluk Dalam, begitulah Dino dan masyarakat Kota Banjarmasin lainnya menyebut tempat yang menjadi bagian dari aktivitas kesehariannya dulu. Ketika air sungai itu masih jernih dan tak dangkal seperti sekarang ini.
Menurut Dino, dia masih ingat kenangan puluhan tahun silam, sejak bersama keluarganya bermukim di kawasan itu sekitar tahun 1979. ``Dulu airnya tidak sekotor seperti sekarang ini. Ketika itu sungainya lebar dan dalam,’’ katanya kepada Sinar Kalimantan Sabtu (26/7).
Saat itu sebagian besar warga di kawasan Teluk Dalam atau sepanjang Jalan Sutoyo S, menurut Dino, banyak bergantung pada sungai itu. Mulai dari mandi, mencuci, hingga berbagai aktivitas lainnya. Khususnya ketika air sungai itu sedang pasang.
Diakuinya, dia tidak mengetahui persis mengapa kawasan itu di sebut Teluk Dalam, seperti nama sungai di tempat itu. Mungkin, menurutnya, karena posisinya menjorok ke dalam dari Sungai Barito, hingga ke Pulau Tatas (kini kawasan Mesjid Raya Sabilal Muhtadin,red).
Menurut Dino, kebijakan Pemerintah Kota Banjarmasin di sekitar pertengahan tahun 1990-an, yang melebarkan badan Jalan Sutoyo S, menyebabkan terjadinya penyempitan. ``Sebelum pelebaran jalan, lebar sungai itu sekitar 10 meter. Tapi sekarang tinggal separuhnya,’’ kata Dino.
Kebijakan ini dinilainya memperparah kondisi sungai. Apalagi saat itu masih rendah kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai. Kesemrautan semakin nampak ketika bertambahnya jembatan di atas sungai.
Menurutnya, sebelum terjadi penyempitan, banyak kelotok (perahu bermesin,red) dan jukung (perahu kecil,red) lalu lalang di sungai ini. Biasanya, kata Dino, kedua jenis alat transportasi air itu digunakan mengangkut barang dagangan. Mulai dari sayur mayur, buah-buahan, kelotongan hingga barang keperluan sehari-hari lainnya.
Berbeda dengan saat itu, kini nasib Sungai Teluk Dalam tak banyak beda dengan sejumlah sungai lainnya di Kota Banjarmasin. Mengalami pendakalan dan penyempitan. Ditambah persoalan lain, yaitu banyaknya sampah yang menggenang.
Menurutnya, saat sungai itu masih dimanfaatkan masyarakat untuk berbagai aktivitas, ada pemandangan kurang sedap. Seperti keberadaan jamban (WC). Karenanya ada saja sampah di sungai itu, tapi tak sebanyak seperti sekarang.
Mungkin, lanjutnya, karena saat itu jumlah penduduk di kawasan Teluk Dalam tak sebanyak sekarang ini. Selain itu, air di Sungai Teluk Dalam mengalir lancar, karena masih lebar dan tidak dangkal.
``Saat itu kelotok yang lewat masih bisa berselisihan, karena sungainya cukup lebar dan dalam. Tapi sekarang jangankan kelotok dan jukung, sampah kecil saja sulit untuk lewat karena sungainya sudah tidak dalam lagi,’’ kata Dino.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar