Senin, 15 Desember 2008


Kepala Kejaksaan Tinggi Kalsel, Drs Salman Maryadi SH

Mari Keroyok Korupsi!

Mengawali karir di Kejaksaan Agung pada tahun 1980, tugasnya kala itu meneliti barang-barang cetakan terkait masalah keagamaan. Pekerjaan itu sesuai pendidikannya, sarjana Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Kemudian pada 1987-1988, dia diangkat menjadi jaksa. Itu berkat keuletannya, bekerja sambil kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta.

Dia adalah Drs Salman Maryadi SH. Kini pria ini menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Kalsel. Sebagai jaksa karir, pria kelahiran Maduretno, sebuah desa di kaki Gunung Sumbing, Magelang, Jawa Timur ini, telah menangani berbagai macam perkara. Mulai dari penyelundupan, korupsi, perbankan hingga perkara terorisme.

Sosoknya semakin dikenal ketika menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Selama empat tahun, 2001-2005, tidak kurang 15.000 perkara yang ditangani Kejari Jakarta Pusat. Mulai dari perkara kelas teri hingga perkara orang-orang besar negeri ini. Seperti Tommy Soeharto, Probosutedjo, dan Abu Bakar Ba'asyir. 

Itu sebabnya dia sempat dijuluki jaksa seribu perkara. Apalagi Salman tidak hanya duduk manis di belakang meja. Dia ikut terjun ke pengadilan, menjadi jaksa penuntut umum seperti dalam perkara Abu Bakar Ba'asyir jilid II. 

Saat menjabat Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, dia pernah menghadapi masalah serius. Dicurigai menerima aliran dana Bank Indonesia (BI) sebesar 900 ribu dolar AS. Jika di-kurs-kan dalam rupiah dengan asumsi Rp10 ribu saja per satu dolarnya, berarti Rp9 milyar. Tuduhan itu memang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) kesaksian mantan Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, yang menyebutkan menyerahkan uang “panas” itu kepada Salman, saat menjabat Kajari Jakpus. 

Namun, keterangan itu dicabut dalam persidangan. Iwan R Prawiranata merasa mendapat tekanan dari dirinya sendiri. Salman pun menjernihkan namanya dengan memberikan klarifikasi kepada Jaksa Agung Hendarman. 

Lolos dari kasus itu, Salman yang sempat merasa dizalimi dan kemudian menyatakan dirinya clean, kemudian dipromosikan sebagai Kajati Kalsel. Pelantikannya berlangsung di ruang Baharuddin Lopa, Gedung Kejaksaan Agung, di Jakarta, Kamis 21 Agustus 2008. 

Kini, saat menjabat Kajati Kalsel, Salman mengaku tetap menjunjung tinggi profesionalisme dan keadilan. Termasuk pemberantasan tindak pidana korupsi. Bagaimana sikapnya terhadap kasus-kasus yang menjadi salah satu penyebab kerugian negara ini, berikut petikan wawancaranya dengan Deny M Yunus, wartawan Sinar Kalimantan, Jumat (12/12) pagi. 

Apakabar Pak?
Baik
Bagaimana Pak, kerasan bertugas di Banjarmasin?
Ya, saya enjoy
Tentang target kejaksaan dalam kasus korupsi. Bagaimana penerapannya di Kalsel?
Memang ada kebijakan pimpinan untuk memberi semangat jajaran kejaksaan di seluruh Indonesia. Yaitu target 5-3-1. Di Kalsel, target itu sudah lebih untuk tahun ini. Di Kejati sendiri, yang targetnya lima, malah sekarang sudah menangani tujuh kasus korupsi. Bahkan ada tiga yang masih penyidikan.
Untuk target kejari di Kalsel?
Sebagian besar memenuhi target. Hanya satu, yaitu Amuntai. Itu karena kepala kejaksaan negerinya memasuki masa pensiun, agak sulit mengejar karena keterbatasan waktu. Tapi penggantinya dalam waktu sebulan ini, kelihatannya bisa memenuhi. Karena penyidikan sudah berjalan, ada dua perkara yang ditangani.
Bapak merasa terbebani atau tidak dengan target itu?
Tidak ada, semua berjalan, running well. Dan selalu saya kontrol atau disupervisi penanganan kasusnya. Sehingga yang tadinya kelihatan lamban, dengan supervisi, jadi lebih cepat. Contoh di Pelaihari, dalam waktu dua bulan, ada dua perkara yang dinaikkan ke penuntutan. Di Kandangan, malah empat perkara dalam dua bulan. Apalagi pada 9 Desemeber kemarin, saya melantik Tim Satuan Khusus Penanganan Tindak Pidana Korupsi. Jadi penanganan kasus korupsi akan semakin tajam. Sepuluh orang dalam tim itu, seperti pemain penjelajah di permainan sepak bola. Mereka bisa dimainkan dimana saja, apakah di beck, sayap kanan atau sayap kiri. Mereka bisa dikirim ke Kotabaru, Barabai dan Tanjung, misalnya. Dimana saja kejari yang memerlukan.
Ada anggapan target ini terkesan mencari kesalahan, menurut Bapak?
Saya tidak sependapat dengan itu, karena semua yang kami lakukan banyak mencapai persidangan. Perkara itu, khususnya korupsi, tidak bisa dicari-cari. Itu akan berbunyi. Sudahlah, kata-kata seperti direkayasa atau disponsori pihak ini dan pihak itu, tidak bisa. Dalam perkara korupsi, yang bicara alat bukti. Mau diminta atau didemo, tapi kalau alat buktinya tidak berbunyi atau bicara, tidak bisa diteruskan. Yang menjadi tolak ukur adalah alat bukti. Kalau memang satu kasus, misalnya laporan masyarakat, kemudian kita lakukan penyelidikan, buktinya tidak ada. Itu bisa hanya sebatas rumor, fitnah atau asal-asalan. Kami akan seleksi betul. Istilahnya mengejar target dengan asal-asalan, itu tidak bisa, yang berbicara adalah alat bukti.
Penanganan korupsi menjadi fokus kejaksaan dan menjadi perhatian masyarakat. Untuk korupsi, kejaksaan bisa jadi serius, tapi untuk kasus lain? 
Saya menepis anggapan adanya jaksa yang bermain di tindak pidana di luar korupsi, karena tidak menjadi perhatian. Tindak pidana umum, tetap kami tangani serius dan awasi. Misalnya illegal logging, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan narkoba, tuntutannya tetap dikontrol dari sini. Semuanya divonis penjara. Saya selaku Kepala Kejati Kalsel selalu mengontrol. 
Selama ini, ada kecurigaan jajaran Bapa, ada yang bermain?
Sampai saat ini, saya memberikan motivasi kepada jaksa, bekerja sesuai arahan pimpinan, profesional dan adil. Tidak pernah ada komplain jaksa melakukan tindakan tercela dalam penanganan perkara. Saya betul-betul mengawasi. Kalau jaksa ada kesulitan, silahkan briefing dengan Kajati, tidak masalah. Dalam hal tertentu, misalnya perlu solusi tercepat, silahkan. Saya membuka diri, saya harus memberikan contoh, transaparansi kepada semua jajaran. Kajari, kepala seksi, dan jaksa fungsional.
Kalau ada jaksa nakal? 
Kita pasti ambil tindakan, diawali pemeriksaan. Tidak bisa langsung divonis. Ada pengawasan, untuk dilakukan pemeriksaan. Nanti fokus yang dipermasalahkan dan pihak yang terkait objek itu, juga diperiksa. Untuk mencari alat bukti. Kalau terbukti bisa dipecat. Saat ini, banyak yang mengirim surat kaleng. Tapi karena masalah pribadi, tidak bisa dikaitkan dengan dinas. Jadi tidak bisa ditindaklanjuti.
Tentang tahapan pengadilan, selama ini vonis kasus korupsi yang dijatuhkan hakim masih dianggap rendah?
Menurut saya, jaksa posisinya selaku penuntut umum. Dalam perkara korupsi, oleh undang-undang bisa sebagai penyidik dan penuntut umum, ini ada ranahnya sendiri. Dalam hal ini, jaksa menyampaikan tuntutan setelah ada pendapat memenuhi unsur tindak pidana itu. Dengan pertimbangan meringankan dan memberatkan, melakukan penuntutan.
Hakim juga punya kewenangan sendiri dalam memutuskan. Tidak mesti sejalan dengan jaksa, karena memang itu wewenang hakim. Kami tidak bisa mencampuri. Tetapi selama ini, tuntutan jaksa di persidangan, divonis hakim sudah dengan profesional dan adil.
Memang ada, misalnya tuntutan 10 tahun dan kemudian diputus enam tahun, seperti kasus dengan terdakwa Edwan Nizar. Hakim punya pertimbangan, kita nggak bisa protes. Itu wewenang hakim, hanya saja kita bisa menempuh upaya lain, misalnya banding. Secara umum, keputusan hakim dalam perkara koruspi sudah bagus. Hakim sangat tahu, malahan pemeriksaan di persidangan, kadang lebih detail untuk mengungkap alat bukti.
Kalau dengan kepolisian, terkait kasus runway Bandara Syamsudin Noor?
Anatara peyidik kepolisian dan kejaksaan adalah sama. Polisi sebagai penyidik, jaksa sebagai penuntut. Masalah kasus bandara, memang ada berkas yang sampai ke pengadilan. Tapi ada berkas lain, juga pernah diserahkan disini dan pernah digelar diekspos yang saya pimpin. Kami jauh ke depan, berpikir dakwaan dan tuntutan di persidangan. Supaya terbuka untuk umum. Atas dasar ada kekurangan alat bukti maka dikembalikan, tapi bukan sekadar dikembalikan, karena dilengkapi materi apa yang perlu dikembangkan. Kalau mereka sudah memenuhi, tidak masalah.
Tidak takut dianggap tidak menindaklanjuti kasus ini, karena polisi yang menangani?
Itu sudah terbantahkan dengan berkas pertama yang sudah ke persidangan. Anggapan itu dengan sendirinya rontok. Karena satu perkara sudah dilimpahkan, tidak bisa dicari-cari. Alat bukti yang bicara. Kita transparan. Kalau tidak cukup, ya tidak bisa.
Polisi juga memasang target, ada persaingan dengan polisi?
Kalau kompetisinya positif boleh-boleh saja. Kasus korupsi memang harus dikeroyok. Saya sependapat, mari keroyok korupsi. Ini bukan persaingan. Ya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), jaksa dan polisi, supaya jangan ada lagi korupsi. Sekali lagi, mari kita keroyok korupsi.
Tanggapan masyarakat selama ini?
Mereka menyambut baik, selama ini saya banyak dapat surat memberi support dan ucapan terimakasih. Itu memberi dorongan kepada kejaksaan, karena artinya kerja kami mulai mulai terlihat. Hampir tiap hari di media selalu ada action kejaksaan dalam korupsi. Saya perlu kontribusi anda sebagai wartawan dan masyarakat luas. Mari sama-sama. Kami yakin pers mendukung, ini progam kita semua, progam rakyat Indonesia.
Untuk mereka yang cenderung bisa melakukan korupsi?
Korupsi bukan hanya cenderung dilakukan pejabat negara atau penyelanggara negara. Karena undang-undangnya untuk semua orang. Gratifikasi dan suap tidak memandang swasta atau sipil. Semua bisa kena.
Selama menjadi jaksa, pernah diteror?
Pernah, tapi tidak masalah. Selama berjalan dengan kebenaran, saya yakin Allah SWT selalu melindungi. Seperti ayat dalam Al Quran, “Katakanlah, kebenaran itu pasti akan datang, dan kebatilan pasti akan hancur”. Itu pegangan saya. Selain itu, seperti pesan Jaksa Agung, seribu sahabat masih kurang. Tapi satu musuh terlalu banyak. Karena musuh kita ini adalah perbuatan melanggar hukum. Istilahnya, jaksa tidak akan mencari musuh, semua dianggap sahabat. Tapi kalau ada pelanggaran hukum, itu musuhnya. Jadi yang menjadi musuh adalah perbuatannya bukan pribadinya.
Sejauh ini, Bapak optimis dengan jajaran kejaksaan di Kalsel?
Saya optimis. 


 

Sabtu, 13 Desember 2008

Dukung Gugat PLN

Hal ini disampaikan pengamat hukum, H Andi Chadari Daeng Pabeta, Kamis (11/12). 
“Dalam hukum perdata di negeri ini, tindakan itu memungkinkan dilakukan. Masyarakat patut mendukung gugatan itu,” kata Daeng.

Daeng menilai gugatan class action yang dilakukan sejumlah konsumen listrik diwakili pengacara Fauzan Ramon terhadap PT PLN, merupakan tindakan yang dibenarkan secara hukum.

Menurutnya, saat konsumen mengajukan permintaan penggunaan jasa listrik yang disediakan PT PLN, ada perjanjian yang harusnya sama-sama dipatuhi. Selama ini, masyarakat memenuhi kewajiban membayar tagihan. Namun ketika PT PLN melakukan pemadaman, masyarakat tidak mendapat konpensasi.

Menurut Daeng, gugatan itu patut didukung masyarakat. Meski demikian, banyaknya jumlah orang yang ikut dalam gugatan itu, tidak menjadi masalah. “Berapapun orang yang ikut menggugat tidak masalah. Tapi kalau ada yang sama-sama merasa dirugikan dan mendukung, silahkan saja ikut,” katanya.

Mengenai kompensasi atas gugatan itu, kalau nantinya dipersidangan dinyatakan diterima, hal itu berdasarkan tuntutan yang diajukan penggugat dalam perkara ini. “Tentunya dalam persidangan, penggugat harus bisa membuktikan terjadinya kerugian berikut fakta hukum,” ujar Daeng.

Seperti diberitakan Sinar Kalimantan, konsumen listrik di Banjarmasin dan sekitarnya yang mengalami kerugian akibat sering terjadi pemadaman, menggugat PT PLN di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Rabu (10/12). Dalam gugatannya, mereka menuntut ganti rugi materil dan imateril.

Gugatan ini ditujukan terhadap PT PLN (Persero) Pusat Cq PT PLN Wilayah VI Kalimantan Selatan dan Tengah Cq PT PLN Cabang Banjarmasin. Gugatan class action (perwakilan kelompok) ini didaftarkan melalui Fauzan Ramon dan rekan yang menjadi tim kuasa hukum masyarakat sebagai penggugat. 

Dalam gugatan itu, penggugat mengaku mengalami kerugian material mencapai Rp595 ratus juta dan kerugian imateril diperkirakan mencapai Rp2 milyar. Sedikitnya ada 500 ribu konsumen listrik yang diklaim masuk sebagai penggugat dalam perkara ini. Mereka berdomisili di Banjarmasin dan sekitarnya. 

Sementara itu, Humas PT PLN Wilayah VI Kalimantan Selatan dan Tengah. H Laila Noor Efendi, belum bersedia menanggapi gugatan tersebut. Alasannya dia belum mengetahui persis gugatan tersebut. “Saya belum baca korannya, jadi mau jawab apa,” katanya ketika dihubungi vie ponselnya, Kamis (11/12) malam. ddn/SK