Minggu, 25 Mei 2008

Jenderal Pemegang 12 Tanda Jasa Itu Terbaring Sakit

Thamrin Junus
thamrin_yunus@yahoo.com

Sabtu 17 Mei 2008 lalu, merupakan hari bersejarah bagi masyarakat Kalimantan Selatan (Kalsel). Tepat di hari itu, masyarakat Kalsel memperingati 59 tahun Proklamasi Tentara ALRI Divisi IV Kalimantan Selatan. Proklamasi berisi permakluman Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Kalimantan Hasan Basry, akan kesetian rakyat Indonesia di Kalsel menjadi bagian dari Republik Indonesia, sejak saat itu.Sudah sepantasnya masyarakat Kalsel memperingati momen itu, mengenang semangat para pahlawan Banua turut mempertahankan kemerdekaan negeri ini.

Sepantasnya pula, selain mengenang semangat perjuangan mereka, adalah menghargai mereka yang turut berjuang ketika itu. Diantara para tentara yang terlibat dalam perjuangan kala itu, sosok Brigadir Jenderal Purnawirawan TNI AD Zagloelsyah HA adalah salah satunya. Sayangnya, sosok yang tersisa ini seolah terlupakan.Bisa jadi karena kiprahnya yang lebih banyak di Jakarta. Atau mungkin karena sikapnya yang sederhana dan rendah hati. Padahal dalam karir militernya, dia merupakan pemegang 12 tanda jasa perjuangan revolusi kemerdekaan RI.

Lahir 12 September 1927 di Banjarmasin, dengan nama Akbar Zagloelsyah Raden Adipati Danoeraja, dia merupakan seorang keturunan raja Kerajaan Banjar bergelar Pangeran Bagus Laxmi Indahpermana Indrasasti.Kini, diusianya yang ke 81 tahun, pria yang mengawali karir militernya di medan perjuangan sejak tahun 1947 itu, terbaring sakit dalam kesendirian di usia uzur dirumahnya, di Jalan H Taiman No. 42, Kampung Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur.

Sebagai tetuha masyarakat Banjar, dia adalah sosok yang berhasil. Selain di militer, dia merupakan sosok seniman yang patut dihargai, khususnya oleh masyarakat dari tanah leluhurnya. Dalam dunia berkesenian, dia lebih dikenal dengan nama Sam Saroza. Nama ini lekat dengan nama-nama besar dalam dunia seni musik tanah air, seperti Ismail Marzuki, Bing Slamet, Iskandar dan Sudharnoto.

Di usia senjanya, dia menyimpan kuat kenangan kenangan masa mudanya tentang lagu-lagu abadi yang hingga kini masih bertahan. Sebutlah lagu-lagu seperti Sepasang Mata Bola, Haryati, Sabda Alam, Payung Pantasi, Sampul Surat, Surat Undangan, Sakura, Setangkai Bunga Mawar nan Merah, dan Kau Ku Jelang.

Syair-syair lagu itu adalah sebuah kenyataan yang berhasil diabadikannya dalam bentuk syair. Syair itulah kemudian dipoles oleh seniman musik yang juga sahabatnya, seperti Ismail Marzuki menjadi sebuah lagu. Namun dia tidak mempersoalkan siapapun yang kemudian mengakui sebagai pencipta atas lagu-lagu itu. Baginya, yang penting masyarakat penikmat lagu-lagu itu senang. Hal itu pun cukup menjadi sebuah kebahagian baginya.

Di karir militernya, lelaki berdarah Amuntai, Hulu Sungai Utara (HSU) ini sejak zaman perjuangan sudah berkiprah di pusat pemerintahan negeri ini, Jakarta. Di masa mudanya, dia aktif dalam bidang kemiliteran.Karir di medan perjuangan dimulainya sejak tahun 1947. Berpangkat Letnan I, dia dipercaya sebagai Komandan Batalyon ALRI Divisi IV Kalimantan, berkedudukan di Martapura dan Pelaihari. Dalam sejarahnya, pada 1 November 1949, ALRI Divisi IV Kalimantan dilikuidasi menjadi Kesatuan Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat dengan panglimanya Letnan Kolonel Hasan Basry.

Berselang satu tahun sejak likuidasi itu, Zagloelsyah yang kala itu berpangkat Letnan I pindah ke Banjarmasin, tepatnya pada tahun 1950, dengan jabatan Kepala Staf Komando Basis di Banjarmasin. Setahun kemudian, tahun 1951, Letnan I Zagloelsyah dipromosikan ke Jakarta dengan pangkat Kapten, dan selanjutnya dipercaya menjabat Paban I Markas Angkatan Darat (MABAD) di tahun 1954. Dia pernah pula menjabat sebagai Asisten I CADUAD dalam operasi perebutan Irian Barat (Trikora)) tahun 1961.

Kemudian, terhitung sejak 1 Januari 1965, Mayor TNI AD Zagloelsyah menduduki jabatan Pembantu Koordinator Bidang Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI.Setelah sempat mengabdi di bidang sipil sejak kenaikan pangkat menjadi Letnan Kolonel pada tahun 1967, karir militernya dilanjutkan menjadi Atase Pertahanan RI di Pakistan. Sedangkan di tahun 1971 dengan jabatan yang sama ditugaskan di India dan pada tahun 1973 sebagai Atase Pertahanan di Malaysia.

Setelah kenaikan pangkat menjadi Kolonel pada tahun 1975, ayah dari tujuh putera ini kembali ke Jakarta dan bertugas di Kadissus Luri Departemen Luar Negeri RI. Dalam sebuah pertemuan dengan penulis, dia mengaku sejak terbaring sakit, belum ada satupun perwakilan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel datang membesuk. Begitu pula dengan pihak Kantor Perwakilan Pemprov Kalsel di Jakarta.

Namun demikian, dia mengaku tidak mempermasalahkan hal itu. Dan tidak merasa dilupakan atau terlupakan. Meski begitu, dia mengaku bersyukur. Pasalnya, warga Jakarta yang tergabung dalam Kerukunan Warga Kalimantan Selatan (KWKS) kerap datang menjenguk. Terlebih pengurus Yayasan Gawi Sabumi, yang terus memberikan perhatian kepadanya melalui HM Tarmidji, Pengurus I yayasan tersebut, yang kerap membesuknya sebagai perwakilan yayasan warga Banjar di Jakarta itu.

Sosoknya yang rendah hati nampak dikeinginannya kini. Agar semua yang telah dilakukannya, baik di bidang militer ataupun kesenian, tidak perlu dibesar-besarkan. Satu keinginan lainnya dari dia adalah memilik tidak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, kelak kala Sang Khalik memanggilnya. Dia lebih memilih Taman Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur, sebagai tempat peristirahatnnya yang terakhir kelak. Alasannya, dia berasal dari rakyat dan kembali ke rakyat.

Zagloelsyah mengalami sakit sejak terjatuh yang mengakibatkan tangan kirinya patah serta bagian tulang belakangnya cacat. Kini dia tidak bisa duduk normal. Karenanya, ketika harus melakukan pemeriksaan kesehatannya ke Rumah Sakit (RS) Fatmawati, tempatnya biasa berobat, tubuhnya selalu dibaringkan di mobil yang membawanya.

1 komentar:

algembira mengatakan...

Bagaimana kondisi terakhir beliau?
S'moga cepat sembuh. Saya pernah bertemu beliau setahun yang lalu di Banjarmasin. Beliau memberi saya kado istimewa 3 album lagu-lagunya. Beliau ini paman dari seniman Banjar Anang Ardiansyah. Sam Sarosa memang orang yang berada di belakang lahirnya lagu-lagu legendaris itu. Waktu itu beliau bercerita tentang 'Surat Undangan' yang merupakan kisah nyata isi lagu itu.
S'moga Abah cepat pulih.