Jumat, 31 Juli 2009

Ketika Pegawai Bank Menipu

Berkedok investasi. Milyaran rupiah raib. Berkomplot. Sudah tiga tahun beroperasi. Gali lubang tutup lubang. Pelaku membeli perhiasan dan rumah.


Oleh : Deny M Yunus


Seorang perempuan, Fahrunisa alias Nisa (36), dua pekan terakhir mendadak ngetop. Namanya disebut-sebut, setelah 10 orang yang mengaku korban penipuannya, melapor ke Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Kalsel. Dari 10 korban, tujuh pelapor merupakan saksi korban. Mereka mengaku rugi hingga Rp12 milyar. Jumlah itu belum ditambah korban lain yang diperkirakan sebanyak 40-an orang, dengan total kerugian hingga ratusan milyar rupiah.



Korban kasus penipuan ini diduga banyak. Pasca dilaporkannya kasus ini, banyak nasabah Nisa yang mengaku jadi korban. Tapi tidak semuanya datang melapor ke polisi. Mereka sepertinya malu dan menutup identitas. Di antara mereka, belakangan diketahui keluarga pejabat Kalsel yang mengaku berinvestasi Rp1,5 milyar.

Bahkan ada seorang kontraktor yang masih kerabat seorang pejabat, berinisial T, yang uangnya juga ludes. Ini menyebabkan proyek pemerintah yang dikerjakannya terbengkalai. Pasalnya, uang yang dinvestasikan itu merupakan dana termin pertama pengerjaan proyek milik salah satu dinas di Kalsel. Ada pula pengusaha yang meminjam uang dari bank pemerintah, ikut menjadi korban Nisa.

Pasca laporan itu, polisi memburu Nisa. Tapi ia kabur dari rumahnya di Jalan Sungai Miai Luar No 7 RT 5, Banjarmasin Utara. Beberapa hari kemudian, polisi menangkap Nisa di rumah orangtua angkatnya yang dijadikannya tempat persembunyian di Desa Hantakan, Hulu Sungai Tengah (HST), Sabtu (25/7). Usai pemeriksaan, penyidik Satuan II Ekonomi Khusus (Eksus) Dit Reskrim Polda Kalsel, menetapkan Nisa sebagai tersangka.

Dari hasil pemeriksaan terungkap, Nisa tidak sendiri. Dua rekan kerjanya di Bank Bukopin Cabang Banjarmasin, Johni Susanto dan Laela Najamiah, juga dijadikan tersangka. Keduanya dituding berkomplot dengan Nisa. Johni ikut mencairkan dana nasabah tanpa sepengetahuan pemiliknya atas perintah Nisa. Sedangkan Laela, menggaet empat nasabah korban mereka. Kini ketiganya mendekam di sel tahanan Mapolda Kalsel.

Penipuan berkedok investasi, seperti aksi komplotan Nisa Cs ini, bukan kali pertama di Banjarmasin. Sekitar 2003, puluhan orang tertipu investasi bisnis voucher telepon seluler. Saorang pelakunya, dikenal dengan nama Jimmy Voucher, yang akhirnya menjalani hukuman penjara dan kini telah bebas. Saat itu, yang menjadi korbannya mencapai puluhan orang dengan kerugian milyaran rupiah.

Belakang, bersamaan tenggelamnya kasus voucher, di Banjarmasin marak investasi ditawarkan. Namun sejauh ini, baru investasi a la Nisa Cs yang terkuak berkedok penipuan. Bisnis ini memang menggiurkan, karena mereka yang menjajakan selalu menjanjikan keuntungan yang tidak sedikit.

Namun, kata pengamat ekonomi madya Bank Indonesia (BI) Banjarmasin, Taufik Saleh, masyarakat wajib waspada sebelum berinvestasi agar tidak menjadi korban penipuan. “Sebelum berinvestasi, pastikan lebih dulu. Ada investasi yang memang berrisiko tinggi. Ini untung yang didapat bisa jadi besar, tapi kalau merugi juga besar. Ada juga yang minim risiko, artinya hasil yang didapat tidak besar. Tapi risikonya pun kecil,” kata Taufik, Rabu pekan lalu.

Untuk kasus Nisa Cs, menurut Taufik, pihaknya sudah mendapat laporan dari Bank Bukopin, bahwa kasus ini tidak ada kaitannya dengan manajemen bank itu. Namun pihaknya tetap melakukan pengawasan terhadap bank ini. Begitu juga dengan kasus yang melibatkan oknum pegawai bank itu. “Pengawasannya masih seperti biasa. Karena ada atau tidak kasus, semua bank diawasi BI,” ujarnya.

Menurut Taufik, untuk kasus dugaan penipuan ini, pihaknya menunggu hasil penyelidikan polisi. Alasannya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Nantinya, apabila dari hasil pemeriksaan ada dugaan keterlibatan manajem bank itu, barulah pihaknya melakukan tindakan.

Dir Reskrim Polda Kalsel, Kombes Pol Mahfud Ariffin, mengatakan, meski telah menetapkan tiga tersangka, namun polisi masih terus meminta keterangan sejumlah saksi yang diduga mengetahui kasus ini. Termasuk pemeriksaan terhadap Kepala Cabang Bank Bukopin Banjarmasin. Sejumlah karyawan di bank itu, juga dimintai keterangan.

Dari hasil pemeriksaan, polisi melacak Nisa membeli sejumlah. Seperti mobil, rumah toko (ruko), rumah serta perhiasan yang harganya mencapai Rp70 juta. Informasi lainnya, Nisa mengalihkan sejumlah hartanya kepada orang lain dihadapan notaris, sebelum dirinya dilaporkan ke Mapolda Kalsel.

Kuasa hukum Bank Bukopin Banjarmasin, Masdari Tasmin, mengatakan, kasus dugaan penipuan ini tidak melibatkan kliennya. Sehingga, saat ini pihaknya tidak merasa perlu bertanggungjawab kepada mereka yang mengaku menjadi korban. Namun, kata Masdari, pihaknya tidak menghalangi korban yang merasa dirugikan menempuh jalur hukum. ``Direksi dari pusat sudah datang untuk memeriksa. Jadi kita tunggu perkembangan selanjutnya,’’ kata Masdari.


***

Menipu. Begitu jawaban Nisa, ketika ditanya kenapa ia ditangkap polisi. Seingatnya, ada 40-an nasabah yang menjadi korbannya, dengan kerugian mencapai Rp15 milyar. Sedangkan polisi memperkirakan, Nisa dan kawanannya untung lebih dari Rp50 milyar.

Di bank tempatnya bekerja selama 13 tahun, Nisa menjabat coordinator funding. Berbekal jabatan itu, ia mencari nasabah untuk banknya. Tapi sebagian, ia tawari investasi usaha dengan iming-iming fee sebesar delapan persen hingga 10 persen sesuai uang yang ditanamkan, dalam jangka waktu bervariasi, tujuh sampai 15 hari.

Tapi sampai jatuh tempo, para korban tak mendapat fee yang dijanjikan. Sebagian sempat diberi cek, namun ketika dicairkan ternyata kosong. Malahan, ada korban yang belum sepakat berinvestasi, tapi uangnya raib digondol komplotan ini. Selain menipu, dalam aksinya komplotan ini memanfaatkan wewenang. Misalnya, berkomplot menarik uang tanpa sepengetahuan nasabah pemilik rekening.

Menurut Nisa, aksinya tidak melibatkan manajemen Bank Bukopin. Tapi ia mengakui setiap kali beraksi mencatut nama bank tempatnya bekerja. Selama beraksi, menurut Nisa, hanya mereka bertiga yang berkomplot. Tidak ada orang lain dalam kasus ini. Meski demikian, polisi tetap mencari tahu kemungkinan adanya kecurigaan orang lain dalam kasus ini, termasuk orang dalam bank itu.

Menurut Nisa, ia sudah tiga tahun beroperasi. Sedangkan para korban, tidak semuanya nasabah Bank Bukopin. Di awal, nasabahnya memang mendapat fee yang dijanjikan. Tapi bukan dari hasil usaha sembilan bahan pokok (sembako) yang dijalankannya, melainkan uang nasabah baru yang dijadikan fee untuk korban yang lebih dulu menamamkan modal. “Semuanya gali lubang tutup lubang,” kata Nisa.

Menurut Johni, seorang tersangka lainnya, dari semua korban penipuan kasus, ia hanya menangangi satu orang, Ahmad Yani. Itu pun atas keinginan Nisa yang meminta uang direkening Ahmad Yani ditarik. Untuk aksi ini, ia diupah Rp10 juta. “Saya cuma satu itu saja, yang lainnya saya tidak tahu,” kata Johni, yang mengaku stres karena terseret kasus ini.

Sedangkan Laela, tidak mau berkomentar sedikit pun. Ia hanya duduk sambil terus menundukkan kepala dan menitikkan air mata, ketika ketiganya ditemui di ruang Kasat II Bidang Ekonomi Khusus (Eksus) Dit Reskrim Polda Kalsel, AKBP Helfi Assegaf, Selasa pekan lalu. Rupanya, diamnya Nisa berarti lindapnya dana.

***

Antara Nisa dan Jimmy

Berkulit putih dengan tinggi badan sekitar 160-an centimeter. Wajahnya oriental dengan bentuk mata yang agak sipit. Rambut hitam sebahu diikat dengan poni menyamping. Begitulah paras dan penampilan Nisa, ketika ditemui di ruang Kasat II Eksus Dit Reskrim Polda Kalsel, AKBP Helfi Asseegaf. Wajahnya nampak pucat dengan mata sedikit lebam sisa linangan air.

Mengenakan baju seragam biru tahanan Polda Kalsel yang di bagian kiri depan bertuliskan 06, melapisi kemeja bermotif garis-garis miliknya, ia duduk di satu kursi tamu yang ada di ruangan di lantai II Gedung Direktorat Reskrim Polda Kalsel itu. Dengan suara pelan namun terdengar jelas, ia menjawab berbagai pertanyaan wartawan yang menemuinya pada Selasa (27/7).

Dua pekan terakhir, namanya banyak disebut-sebut. Bahkan polisi sempat memburunya. Sebelum akhirnya ia ditangkap di tempat persembunyian, beberapa hari setelah ada orang yang mengaku menjadi korban penipuannya dan lapor ke polisi. Setelah ditangkap dan kemudian menjalani pemeriksaan, ia dijadikan tersangka kasus dugaa penipuan dan penggelapan.

Penangkapan ini seolah menjadi akhir dari petualang penipuan berkedok investasi yang dilakoni Nisa sejak tiga tahun lalu. Bersamaan dengan ditangkapnya Nisa, bermunculan orang-orang yang mengaku sebagai korbannya yang diperkirakan mencapai 70-orang dengan kerugian beragam. Totalnya diperkirakan mencapai dua ratusan milyaran rupiah.

Di kasus ini, Nisa memang tidak sendiri. Dua rekannya di Bank Bukopin cabang Banjarmasin, juga turut dijadikan tersangka. Bantuan dua temannya ini, ditengarai memuluskan aksi penipuan yang dilakukan Nisa selama ini. Selain itu, pengalaman bekerja selama 13 tahun di bank dan beberapa prestasi dari tempatnya bekerja, membuat para korbannya tergiur janji manisnya.

Menurut Adwin Tista, kuasa hukum dari lima orang yang mengaku korban penipuan ini, kliennya punya kesan yang baik di awal perkenalan mereka dengan Nisa, sebelum akhirnya sadar menjadi korban penipuan perempuan 36 tahun ini. Tadinya, Nisa dikenal sebagai sosok yang ramah dan tidak disangka bakal berbuat jahat.

Dari cerita seorang kliennya yang bekerja satu kantor dengan tersangka, kata Adwin, Nisa merupakan pegawai berprestasi dengan karir yang baik. Jabatan terakhirnya, manajer di bagian kredit bank itu. Bahkan, saat duduk di bangku kuliah, Sarjana Pertanian lulusan Fakultas Pertanian Unlam Angkatan 1991, dikenal sebagai mahasiswi berprestasi.

Anak perempuan dari enam bersaudara ini, menikah dengan Aris yang kini menghilang bersama dua anaknya. Suami Nisa, juga seorang pegawai bank. Dulunya, ia bekerja di BCA dan terakhir diketahui sebagai pegawai di Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Menurut Adwin, kliennya tertarik dengan investasi yang ditawarkan, karena saat menawarkan, Nisa cukup meyakinkan. Kala itu, Nisa mengaku punya delivery order (DO) usaha beras dari Bulog. Lembaran DO itu selalu diperlihatkan Nisa, ketika ia menawarkan nasabahnya untuk menanamkan uang. Di tambah iming-iming mendapat fee dengan jangka waktu satu dan dua pekan, membuat klien Adwin tertarik untuk berinvestasi.

Di awal investasi, kata Adwin, para kliennya memang mendapatkan fee yang dijanjikan. Ini membuat kliennya semakin percaya. Bahkan ada yang menambah investasi mereka, dengan cara menyetorkan fee yang didapat sebagai pokok dari investasi. Karena manis di awal ini, sehingga banyak yang mengalami kerugian. Beberapa korban, menjadikan fee yang diberikan Nisa sebagai investasi tambahan. Celaka, beberapa bulan terakhir, fee yang dijanjikan Nisa tak kunjung diberikan. Malahan, kata Adwin, beberapa korban belum pernah sama sekali mendapatkan fee.

Kesan baik kala berhubungan dengan Nisa, juga pernah dirasakan Faisal, seorang warga Banjarmasin yang pernah mengajukan kredit kepemilikan rumah di bank tempat Nisa bekerja. “Orangnya ramah dan mau membantu,” kata Faisal kepada URBANA, Kamis (29/7).
Menurut Faisal, ia tidak menyangka kalau Nisa bisa terjerat kasus penipuan dan pengelapan dengan korban puluhan orang menjadi korbannya ini. Karena, saat mengenal Nisa, tidak ada terbesit kesan yang mencurigakan terhadap perempuan ini.

***

Kehebohan kasus Nisa ini, mengingatkan dengan sosok Azmy Taufany alias Jimmy Voucher, seorang mantan terpidana kasus penipuan berkedok bisnis voucher pulsa telepon seluler di Banjarmasin sekitar 2002-2003. Kala itu, Jimmy terbukti salah menipu para korbannya dengan total kerugian hingga Rp34,4 milyar. Akibat perbuatannya itu, Jimmy akhirnya harus mendekam empat tahun dipenjara setelah dinyatakan terbukti bersalah.

Jimmy diadili lantaran membawa kabur uang para korbannya dalam usaha bisnis voucher simPATI fiktif. Total investasi uang dari para korbannya, sekitar Rp34,4 M. Jumlah uang itu diperoleh Jimmy dari 43 korbannya yang tertarik dan menyerahkan uangnya sebagai dana insvestasi atau modal bisnis voucher. Dua nama lainnya dalam kasus serupa dengan Jimmy, adalah Rizani dan Erni Sulistiawati.

Dua kasus ini, yang dilakukan Nisa dan Jimmy, nyaris punya kesamaan. Yaitu penipuan berkedok inevstasi. Selain itu, Jimmy punya kaki tangan yang dikenal dengan sebutan supir. Tugasnya menghimpun dana orang-orang yang berminat investasi di bisnis voucher. Sedangkan Nisa, meski hanya satu orang, juga punya orang yang membantunya mencari nasabah. Ini dilakukan Laela yang juga rekan kerja Nisa di kantor mereka. Laela sempat menggaet empat orang nasabah yang akhirnya menjadi korban.

Kesamaan lainnya, iming-iming fee yang menggiurkan dan lancar di awal, membuat para korban dua kasus penipuan ini bertambah banyak. Ditengarai, sama dengan yang dilakukan Jimmy, Nisa pun akhirnya menutup janji fee kepada korbannya, dari uang nasabah yang baru bergabung dengannya. Itu terus dilakukan berulang-ulang, karena usaha yang mereka andalkan, Jimmy dengan pengadaan voucher-nya dan Nisa dengan usaha berasnya, memang fiktif belaka. Akibatnya, lambat laun mereka kehabisan uang untuk dijadikan fee pembayaran keuntungan kepada para nasabah. Hingga akhirnya, kerajaan bisnis yang mereka bangun, luluh lantak seiring laporan para korban ke polisi.

Tidak ada komentar: